ICEL: Teknologi Carbon Capture Belum Efektif Memangkas Emisi Karbon
Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) menilai Carbon Capture and Storage (CCS) maupun Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) belum efektif mengurangi gas rumah kaca secara global. Peneliti ICEL, Fajri Fadillah, mengatakan teknologi penangkapan dan penyimpanan emisi karbondioksida (CO2) itu hanya bisa menyerap sekitar 39 juta ton CO2 sepanjang 2021. Jumlah itu setara 0,1 persen dari total 36 milliar ton emisi yang dilepas ke atmosfer setiap tahunannya. “Secara global pun terbukti gagal,” katanya kepada Tempo, Selasa, 23 Januari 2024.
Menurut dia, kinerja CCS yang sudah ada Amerika Serikat, Arab Saudi, Cina, dan berbagai negara besar itu pun lemah ketika baru dibangun. Mengolah Studi Friend of the Earth International dan Global Witness pada 2021, performa CCS saat baru beroperasi hanya sampai 65 persen. Butuh beberapa tahun setelah sampai perfoma gudang karbon itu bisa menyentuh 90.
Data The Global CCS Institute menunjukkan teknologi ini sudah beroperasi selama lebih dari 45 tahun terakhir. Dari 194 fasilitas CCS berskala besar sampai akhir 2022, terdapat 94 proyek d kawasan Amerika, 73 di Eropa, 21 di Asia-Pasifik, dan sisanya di Timur Tengah.
Pemerintah Indonesia sedang menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait aturan main teknologi Carbon Capture ini. Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Jodi Mahardi mengatakan perpres itu akan diterbitkan bulan ini. Saat ini seluruh proses dan tahapan birokrasinya sudah rampung. "Kalau dari sisi Perpres-nya itu harusnya dalam waktu dekat sudah di launch secara resmi. Prosesnya sudah dilalui tahapan-tahapan birokrasinya sudah selesai," ujar Jodi.
Indonesia sudah memiliki 16 percontohan CCS dan CCUS yang sedang dikerjakan Pemerintah Indonesia bersama beberapa perusahaan minyak dan gas (migas). Proyeknya tersebar di beberapa lokasi, seperti Lapangan Abadi Masela, Sunda Asri Basin di Kalimantan Timur; serta Gundih dan Sukowati, Jawa Timur. Peneliti Kebijakan dari Transisi Energi Berkeadilan, Mahawira Dillon, menyebut pengembangan CCS tergolong rumit, lantaran harus didahului survei geologis menyeluruh. Dengan tekanan tinggi, keretakan kecil saja bisa memicu pencemaran lingkungan, terutama soal air tanah. “Harus dipastikan bahwa rongga atau aquifer yang digunakan benar-benar kedap dan sesuai kebutuhan.”
Sumber : https://www.msn.com/id-id/berita/teknologidansains/icel-teknologi-carbon-capture-belum-efektif-memangkas-emisi-karbon/ar-BB1hajNk?cvid=9ec8ca885b3e4cb7e536413328f44fcb&ei=16